MENGGAPAI KERINDUAN
DENGAN KERINDUAN
Oleh : Buya Yahya
Pengasuh LPD Al-Bahjah
www.buyayahya.org – www.buyayahya.com – www.radioquonline.com
Suatu ketika, saat Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain (yang
saat itu masih anak-anak) melihat seorang kakek yang sedang berwudhu dengan cara yang salah. Muncullah
keinginan dari kedua cucu Rasulullah SAW ini untuk bisa mengingatkan orang tua
tersebut, agar amal ibadahnya benar tanpa menyinggung perasaanya.
Kemudian Sayyidina
Hasan bersepakat dengan Sayyidina Husain untuk berlomba wudhu dan menjadikan
sang kakek sebagai juri yang akan menilai kebenaran wudhu mereka. Lomba
berwudhu pun dimulai. Dan di akhir perlombaan tersebut, sang kakek pun tersadar
bahwa wudhu Sayyidina Hasan dan Husain ternyata lebih benar dan sempurna dari
wudhunya sendiri.
Ini adalah pelajaran
dakwah dari cucu Rasulullah SAW, dengan menyertakan kemuliaan akhlak dan
tatakrama dalam mengingatkan orang lain khususnya orang yang lebih tua.
Sahabatku,
mengingatkan orang lain artinya kita mengajak orang lain agar bisa lebih baik
dan benar, bukan untuk menghukuminya sebagai yang salah dan terhinakan. Melihat
orang lain dengan penuh kasih sayang dan menghargainya adalah pancaran
ketulusan seorang penyeru kebaikan. Dari situlah kejayaan dihadapan Allah SWT
akan diperoleh. Pembelajaran ini sangat tepat bagi Juru dakwah termasuk di
dalamnya adalah Ustadz dan Kyai.
Disaat seseorang
menyampaikan kebaikan haruslah ia melihat dirinya sebagai yang membutuhkan
pahala dan penghargaan dari Allah SWT dibalik upaya dakwahnya sebelum melihat
kepada orang lain sebagai orang yang membutuhkan kepada ajakannya. Makna
"membutuhkan" inilah yang menjadikan seseorang tidak kenal putus asa
dalam mengenalkan kebaikan kepada orang lain. Hingga ia senantiasa mengambil
cara yang paling indah agar ajakannya bisa diterima oleh orang lain sebagai
perwujudan makna hikmah yang diajarkan oleh Allah kepada Rasulullah SAW yang
sekaligus harus kita ikuti.
Sahabatku, Sayyidina
Hasan dan Sayyidia Husain dalam usianya yang masih amat dini ini sangat paham
makna hikmah berdakwah, karena mereka adalah cucu dari sumber hikmah,
Rasulullah SAW. Beliau berdua tidak ingin menyakiti hati orang tua tersebut
dengan "salah menegur" saat sang kakek salah dalam berwudhu. Maka
dengan ketulusan dan kerendahan hati, mereka berperan sebagai orang yang ingin
benar didalam berwudhu padahal sebenarnya mereka ingin membenarkan wudhu orang
lain.
“Alangkah mulianya
akhlakmu wahai cucu Rasulullah SAW…”. Dan alangkah indahnya siapapun yang ingin
mengajak kepada kebaikan lalu mengajak dengan penuh kasih dan ketawadhuan.
Sungguh dakwah bukanlah pamer ilmu atau bangga akan sebuah gelar. Akan tetapi
dakwah harus berangkat dari keindahan menuju keindahan dan dengan cara yang
indah.
Dan setelah itu, mari
kita bercermin, sadar diri dan mencermati diri dan di sekitar kita! Dimana
hikmah dan akhlak kita saat mengajak orang lain kepada kebaikan? Bisakah menuai
hasil jika mulut dan lidah kita tidak luput dari kalimat cacian dan penghinaan
terhadap orang yang kita anggap salah ? Dimana kasih sayang dan kerinduan kita
untuk merindukan orang lain kepada Allah SWT? Jangan sampai ajakan kita kepada
Allah berubah menjadi ajakan kepada diri sendiri atau kelompok. Bisakah orang lain
rindu kepada Allah jika yang mengajak bukanlah orang yang merindukan Allah SWT?
Dari kerinduan kepada Allah inilah akan hadir ajakan yang dirindukan dan penuh
kasih untuk menghantarkan hamba-hamba Allah kepada kerinduan kepada Allah SWT
yang sesungguhnya..
Wallahu a'lam
bisshowab
Silahkan download mp3-nya di :
http://ceramahbuyayahya.wordpress.com/category/oase-iman/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar